Megaproyek IKN Nusantara hingga kini masih sepi peminat. Pemerintah telah menawarkan fasilitas hak guna usaha (HGU) 190 tahun bagi investor melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024. Namun, tawaran ini belum mampu menarik minat investor.
Peneliti Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ismail Rumadan menyampaikan bahwa kebijakan tersebut bukan solusi tepat guna. Menurutnya, ada tiga faktor utama yang menjadi pertimbangan investor untuk berinvestasi, yaitu kepastian hukum, stabilitas politik, dan stabilitas sosial masyarakat.
“Tiga masalah tersebut masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah Indonesia saat ini. Pertama, kondisi aturan hukum semakin karut-marut, saling tumpang tindih, dan tidak beraturan sesuai hierarki peraturan perundang-undangan,” kata Ismail dalam keterangannya, Selasa (23/7).
Ismail mencontohkan, Perpres 75/2024 yang diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertentangan dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). “Kondisi aturan hukum seperti ini tidak menjamin adanya kepastian hukum bagi investor untuk berinvestasi di IKN,” jelasnya.
Ia menambahkan, pemberian fasilitas HGU selama 190 tahun menabrak semua aturan hukum dan konstitusi tentang pertanahan di Indonesia. Bahkan, di zaman VOC saja kepemilikan HGU dibatasi 75 tahun.
“Investor yang menjadi target pemerintah tentu tidak akan merespons kebijakan pemerintah terkait pemberian HGU maupun fasilitas lain tanpa pertimbangan matang,” tambah Ismail.
Selain itu, Ismail juga menyoroti stabilitas politik di Indonesia yang dinilai sangat rapuh. “Pemerintahan baru di bawah presiden terpilih, Prabowo Subianto, memiliki prinsip dan karakter politik yang berbeda dengan pemerintahan Jokowi. Kebijakan proyek IKN Nusantara bisa jadi ditinjau kembali,” tuturnya.
Lebih lanjut, masalah stabilitas sosial masyarakat dan masalah ekologi juga menjadi hambatan. Masyarakat di wilayah IKN merasa dipinggirkan dan dirampas hak-haknya tanpa kompensasi ganti rugi yang adil, menyimpan potensi konflik berkepanjangan. Dari sisi ekologi, pembangunan IKN berpotensi merusak lingkungan dan menurunkan kualitas lanskap wilayah.
“Kondisi faktual ini sudah dipahami oleh calon investor, yang menjadi pertimbangan mendasar untuk melakukan investasi di ibu kota negara baru tersebut,” sambung Ismail. Ia meyakini bahwa para investor memiliki perhitungan matang dan tidak mudah tergoda oleh janji-janji manis pemerintah.
“Oleh karena itu, jangan berharap jika ada investor yang mau berinvestasi di IKN. Kondisi ekonomi Indonesia yang tidak baik, banyak rakyat menderita kelaparan, dan utang negara semakin membengkak,” jelas Ismail, yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (Unas).
Menurutnya, proyek IKN Nusantara semestinya dibatalkan karena tidak realistis di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang saat ini. Dengan APBN yang terkuras untuk proyek ini, prospek kegagalan pembangunan IKN semakin besar, apalagi bertentangan dengan UUD 1945.
Demikian informasi seputar perkembangan proyek IKN Nusantara yang masih sepi peminat. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Futurebali.Com.