Anggota Fraksi PAN, Farah Puteri Nahlia menyebutkan APBN dikelola kurang efisien karena utang yang diambil pemerintah tidak dimanfaatkan secara optimal. (konsultanpajaksurabaya.com)

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengungkapkan 52 catatan evaluasi terhadap UU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2022. Salah satu sorotan utama adalah terkait utang yang terus meningkat di era Presiden Jokowi (Joko Widodo). PKS menyoroti realisasi APBN 2022 yang terarah pada pembiayaan utang sebesar Rp7.733 triliun, sementara seharusnya dana tersebut digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Menurut Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani, kenaikan utang setiap tahun tidak memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan berkualitas. Pemerintah dianggap masih menggunakan skema pengelolaan utang yang tidak optimal, dengan biaya yang harus dibayar dari penerbitan utang yang tidak murah. Dengan yield yang tinggi, Indonesia harus menanggung biaya utang lebih besar dibandingkan dengan negara sejajar.

Netty juga menyoroti pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang awalnya direncanakan sebagai proyek bisnis ke bisnis (B2B) dengan China. Ia menegaskan bahwa pengelolaan anggaran pemerintah belum memperhatikan risiko fiskal yang ada dalam proyek tersebut.

Selain itu, PKS juga mengklaim bahwa anak muda menghadapi kesulitan mencari pekerjaan di era pemerintahan Jokowi. Jumlah rakyat miskin per September 2022 mencapai 26,36 juta orang, yang menunjukkan bahwa capaian kemerdekaan masih jauh dari harapan.

PKS mencermati penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2022 yang masih di atas rata-rata sebelum pandemi. Anak muda sulit mendapatkan pekerjaan, dan PKS menilai ini sebagai keluhan luas dari masyarakat.

Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PAN Farah Puteri Nahlia juga menyuarakan kritik terhadap pengelolaan APBN. Ia menyoroti realisasi sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) 2022 yang mencapai Rp130,56 triliun. Menurutnya, angka tersebut mencerminkan kurangnya efisiensi dalam pengelolaan APBN. Selain itu, besarnya Silpa juga mengindikasikan kurangnya kematangan dalam perencanaan anggaran pemerintah. Farah mengkritik bahwa APBN dikelola kurang efisien karena utang yang diambil pemerintah tidak dimanfaatkan secara optimal, sementara bunga utang tetap harus dibayar.

Melalui evaluasi ini, PKS dan Fraksi PAN menyoroti beberapa aspek penting terkait pengelolaan APBN 2022, termasuk utang yang terus meningkat dan penggunaan dana publik untuk kesejahteraan rakyat. Kritik-kritik tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan negara memerlukan perhatian lebih dalam rangka mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.