Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Pennida I Ketut Jayada ST mengungkapkan bahwa Balai Wilayah Sungai Bali berencana membangun bendungan untuk mengatasi permasalahan kekurangan air di Denpasar. Untuk mengatasi 1,7 kubik maka dibutuhkan 5 bendungan.

Menurutnya air PDAM hanya dapa melayani 58 persen kebutuhan ari bersih untuk warga kota. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk Depnpasar yang terus bertambah dan meningkatnya sektor pariwsiata di kawasan tersebut.

Jayada juga mengungkapkan bahwa Denpasar sangat beruntung memiliki air tanah yang bagus. Sehingga penduduk asli dapat memanfaatkan dengan cara membuat sumur untuk kebutuhan air sehari-hari.

Namun demikina, penggunaan air tanah secara berlebihan juga tidak baik karena memiliki dampak yang buruk. Air tanah yang digunakan terus menerus menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah seperti yang terjadi di Jakarta.

Untuk menghindari hal tersebut maka pihaknya tidak mengandalkan kebutuhan air dari air tanah saja. Selain itu hal ini juga perlu disosialisasikan terhadap hotel-hotel di Denpasar yang banyak menggunakan air tanah.

Eddy Setiadi Soedjono selaku dosen ITS yang menjadi nara sumber menjelaskan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)  tahun 2015 – 2019 yakni tercapainya universal access atau cakupan akses 100% untuk air minum, 0% kawasan kumuh, dan 100% untuk sanitasi.

Cakupan 100% air minum yang dimaksudkan adalah semua daerah di Indonesia 100% terlayani air bersih. Namun hingga saat ini telah terjadi sisparitas atau jurang antara kebutuhan air dengan persediaan air. Pada kenyataannya kebutuhan air di perkotaan kurang lebih sebesar 200 liter per orang. Sementara berdasarkan Peraturan Menteri PU No 14/2010 kebutuhan air bersih 60 liter per orang per hari. Jadi saat ini telah terjadi kelebihan konsumsi 140 liter air per orang.

Eddy menjelaskan bahwa di Singapura, tidak ada sumber mata air dan air bersih di sana sangat mahal sehingga mereka mengubah air limbah untuk dijadikan air minum. Sebenarnya Indonesia sudah mampu mengikuti Singapura karena alat yang digunakan juga sudah ada. Namun hal ini belum dapat diterima dimasyarakat karena masalah nilai rasa.