Program hilirisasi yang dicanangkan pemerintah berhasil mendorong peningkatan investasi sektor sekunder, khususnya industri pengolahan. Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Paramadina, Handi Risza menyebut bahwa hilirisasi bahan baku menjadi produk bernilai tambah telah menjadi faktor utama dalam pertumbuhan ini.
“Hilirisasi yang dilakukan pemerintah sangat masif dalam beberapa tahun terakhir. Ini membuat kontribusi sektor sekunder, seperti industri logam dasar, meningkat signifikan dibandingkan sektor primer,” ujar Handi dalam diskusi bertajuk Catatan Akhir Tahun: Investasi dan Industri Faktor Kritis Pertumbuhan 8 Persen yang digelar di Jakarta, Senin.
Data dari Kementerian Investasi/BKPM menunjukkan realisasi investasi kuartal III-2024 mencapai Rp431,48 triliun, naik 15,24 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penanaman Modal Asing (PMA) mendominasi dengan nilai Rp232,65 triliun, sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tercatat sebesar Rp198,83 triliun.
Industri pengolahan menyerap porsi terbesar investasi, yakni 64,1 persen atau senilai 14 miliar dolar AS. Sektor industri logam dasar, barang logam bukan mesin, dan peralatan menjadi pendorong utama pertumbuhan ini.
Handi juga menyoroti dampak hilirisasi terhadap pemerataan investasi sektor sekunder ke wilayah di luar Pulau Jawa. Sulawesi Tengah dan Maluku Utara menjadi lokasi prioritas investasi berkat sumber daya mineralnya yang mendukung industri logam.
“Investasi di bidang hilirisasi meningkat signifikan di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. Daerah-daerah ini kini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru,” kata Handi.
Secara keseluruhan, realisasi investasi sektor sekunder dari Januari hingga September 2024 mencapai Rp1.261,43 triliun, atau 76,45 persen dari target tahunan sebesar Rp1.650 triliun. Tren ini memperkuat posisi sektor sekunder sebagai motor penggerak investasi nasional.
Demikian informasi seputar investasi sektor sekunder. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Futurebali.Com.